RINGKASAN EKSEKUTIF
KAJIAN PELAYANAN ADMINISTRASI DESA BERBASIS APLIKASI IT DALAM MENUNJANG KINERJA PEMERINTAHAN DESA
M. Shobaruddin, Yuniadi Mayowan
e-Government menjadi pertimbangan utama bagi organisasi sektor publik yang melakukan perencanaan sistem informasi dalam rangka menyediakan input penting dan memudahkan dalam proses penyusunan perencanaan dan pemantauan dan evaluasi hasil pembangunan. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi bagian dari gugusan pembuat layanan dari pemerintah dan semakin besar pengaruhnya pada organisasi, profesional yang bekerja di dalamnya, serta hubungannya dengan publik. Semua rencana kebijakan untuk e-Goverment telah menfokus pada isu-isu operasional internal, pemberian layanan jasa pemerintah dan teknologi itu sendiri yang secara massif dipercayakan pada TIK sebagai instrumen untuk menjadikan pemerintah lebih efektif, lebih bersahabat dan mudah dihubungi (accesable) bagi masyarakat yang menjadi pelanggan (clients) dan untuk mempersiapkan pemerintahan ke depan. Demikian halnya, semakin besar pula pengaruhnya bagi pembuat kebijakan dan politisi yang sangat gemar pada TIK untuk menyelesaikan masalah pekerjaan administratif yang komplek dan menangani kasus-kasus yang menonjol seperti perencanaan pembangunan, mobilitas, pembagian barang serta pelayanan publik yang tertunjang (an affordable care). (Prins, 2011:11)
TIK dapat menjadi alat untuk memperbaiki administrasi desa. Administrasi desa seperti kita ketahui bersama mempunyai banyak kelemahan diantaranya adalah proses update yang tepat waktu sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan data di tingkat administratif pengelola pemerintahan.
Dukungan TIK yang diterapkan pada pemerintah desa akan mendorong data tunggal yang dengan mudah diupdate oleh aparatur desa dengan mengedepankan kesederhanaan operasional. Pada pelaksanaannnya tidak lupa akan pentingnya proses pendampingan untuk memampukan aparatur dalam mengelola TIK. Data yang tersimpan dengan baik sangat mendukung kinerja pemerintah desa sesuai azas efisien dan efektif, pembakuan, akuntabilitas, keterkaitan, kecepatan dan ketepatan, keamanan, ketelitian, kejelasan, singkat dan padat dan logis dan meyakinkan dalam rangka penyusunan perencanaan desa, perbaikan administrasi desa dan pelayanan publik.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan desain penelitian ini dimungkinkan untuk masing-masing pertanyaan mampu dalam menjaring data dan dilakukan analisis serta interpretasi.
Data primer didapatkan dari hasil wawancara dengan para aparat pemerintah desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota yang kompeten, dan masyarakat pengguna layanan. Data sekunder diperoleh dalam bentuk dokumen-dokumen, arsip-arsip,maupun lainnya yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan desa/kelurahan dalam pemerintahan desa ditiap daerah sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pihak yang terlibat dalam penerapan IT di desa. Penelitian dilaksanakan di 5 (lima) kabupaten/kota yaitu Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lamongan, Kota Kediri dan Kota Mojokerto. Di setiap kabupaten/kota diambil 2 (dua) kecamatan dan di setiap kecamatan diambil 2 (dua) desa/kelurahan.
1. Kesiapan Penerapan TIK Pada Administrasi Desa
Sumber Daya Manusia (SDM)
Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk layanan IT di Jawa Timur, khususnya daerah yang menjadi sampel (Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Tulungagung) masih kurang. Jumlah tenaga ahli setiap daerah cukup siap dan lebih siap, namun masih ada tenaga ahli yang kurang siap di Kota Mojokerto. Sedangkan rata-rata tenaga operasional cukup siap dan kurang siap. Ada beberapa hal yang menjadi kendala, diantaranya adalah (a) kemampuan SDM dalam penguasaan IT; (b) belum meratanya SDM yang ahli; dan (c) mutasi pegawai.
SDM masih menjadi kendala dalam penerapan IT di Jawa Timur. Padahal seharusnya dalam usaha untuk memaksimalkan layanan dengan penerapan IT tiap aparat pelayan publik harus mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. Pernyataan dari teori yang menyebutkan kelemahan-kelemahan dari aparat layanan memang sesuai dengan temuan di lapangan. Sehingga, Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan kemampuan dibidang perencanaan pembangunan dan pemberian pelayanan yang baik dan berkualitas oleh para aparatur desa/kelurahan kepada masyarakat.
Sarana dan Prasarana
Dalam kesiapan sarana dan prasarana untuk layanan IT di jawa timur, khususnya daerah yang menjadi sampel bila dirata-rata sudah cukup memadai.
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). Selain itu, Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. (Kepmenpan, 2003). Teknologi yang dimiliki oleh tiap pemberi layanan harus dapat mencakup semua segi yang telah dijabarkan, dan sayangnya ini masih belum dapat dipenuhi oleh semua daerah yang dijadikan sampel. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah mayoritas desa di Jawa Timur terkait sarana komputer sudah memadai dan yang perlu menjadi perhatian terkait sarana pendukung adalah jaringan internet yang perlu dipasang merata.
Kelembagaan (Peran, Fungsi, Struktur, Praktek)
Kesiapan kelembagaan pemerintah untuk menunjang layanan IT di jawa timur, khususnya daerah yang menjadi sampel sudah ada yang siap dan masih ada yang belum siap.
Dengan kelembagaan yang baik, akan menciptakan sistem layanan yang baik pula. Sejumlah faktor yang mendorong kepuasan pelanggan atau pengguna jasa di seluruh pelayanan publik dapat diidentifikasi: pengiriman, ketepatan waktu, penyediaan informasi, profesionalisme dan sikap staf. Namun, pentingnya faktor yang berbeda juga dapat bervariasi untuk berbagai jenis layanan, di bidang kesehatan, misalnya, diperlakukan dengan bermartabat dan hormat dipandang sangat penting oleh masyarakat. (Ipsos MORI,2010:8)
Jawa Timur masih belum maksimal dalam aspek kelembagaan. Dari 5 daerah sampel, hanya Kabupaten Lamongan yang hampir memenuhi syarat kelembagaan, karena kalembagaan di Kabupaten Lamongan sudah ditangani oleh Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE) yang diberikan wewenang untuk mengurus pengembangan layanan desa yang berbasis IT. Sedangkan untuk daerah lain, bagian yang berwenang untuk mengurus IT masih belum jelas karena terkait dengan beberapa instansi dan sistem koordinasinya juga masih belum maksimal.
Anggaran
Alokasi anggaran untuk layanan pada masyarakat khususnya yang terkait untuk layanan berbasis IT akan menunjukkan keseriusan dari pemegang otoritas untuk penerapan E-Government. Urusan penganggaran merupakan urusan yang sangat penting, karena dibutuhkan pertanggungjawaban yang serius. Daerah yang menerapkan layanan aplikasi, dalam penerapannya menggunakan dana Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota.
Tujuan dari penerapan IT untuk layanan administrasi publik, dengan mengusulkan beberapa layanan online adalah untuk (a) meningkatkan operasinya, (b) untuk membuat prosedur administrasi yang mudah dan (c) untuk meminimalkan biaya dan waktu pengiriman pelayanan publik (Barat, 2004).
Dalam aspek penganggaran, tiap daerah masih mengalami kendala dalam besaran anggaran yang diperlukan untuk membangun sistem. Namun, masih di beberapa daerah sudah ada rencana untuk realisasi anggaran dalam pelaksanaan layanan yang berbasis IT. Kota Mojokerto, dan Kabupaten Lamongan sudah ada regulasi yang mengatur, sehingga untuk penganggaran dapat sedikit teratasi, selain itu di Kabupaten Lamongan sudah memiliki KPDE yang berwenang untuk pengembangan PADE bersama bagian Pemdes. Solusi untuk penyelesaian masalah kelembagaan tersebut adalah dapat diawali dengan pembuatan lembaga yang berwenang untuk pengembangan IT dengan payung regulasi yang jelas.
Pelayanan IT
Layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat sangat beragam. Untuk jenis dan urusan layanan yang diberikan di semua desa/kelurahan sama. Dengan kemajuan teknologi, harapannya dapat diterapkan untuk layanan di desa/kelurahan.
Dari daerah yang telah diambil sebagai sampel, tiap-tiap daerah memiliki bentuk penerapan aplikasi yang berbeda untuk tiap desa/kelurahan, ada yang penerapannya berasal dari swadaya kelurahan/desa, dan ada juga yang mendapat bantuan dari pemerintah daerah. Penerapan dan pengembangan IT dalam aspek pelayanan masih belum maksimal di Jawa Timur. Namun demikian, penerapan IT kedepannya harus dapat mengakomodir semua kebutuhan layanan dengan pembuatan sistem yang baik.
Standar Pelayanan Administrasi Desa/Kelurahan
Dari 5 Kabupaten/Kota yang telah dilihat kesiapannya dalam penerapan layanan desa yang berbasis IT, masih belum ada pemerintah daerah yang benar-benar serius dengan penerapannya. Hal tersebut tetap terjadi dengan daerah yang telah memiliki aturan sekalipun.
Dikatakan demikian, karena belum adanya penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam penggunaan IT.
Tujuan penerapan IT ini adalah untuk memecahkan kekurangan organisasi dan mempermudah pekerjaan pemerintah. Prasyarat adanya pengembangan e-administration pemerintah yang efisien yang mencakup analisis situasi saat ini dikaitankan dengan semua sumber daya yang relevan untuk pembangunan, pemeliharaan dan penguatan dalam satu sistem e-administrasi tersebut. Sehingga, dengan adanya SPM dapat memberikan kejelasan tentang sistem layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.
2. Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Penerapan TIK pada Administrasi Desa/Kelurahan
Kabupaten/Kota yang berada di Propinsi Jawa Timur ada yang sudah memiliki kebijakan dan ada pula yang belum memiliki kebijakan terkait pelayanan administrasi desa/ kelurahan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Bila disesuaikan dengan teori yang ada, keseriusan pemerintah daerah untuk mendukung suatu kegiatan adalah ditunjukkan dengan kebijakan tertulis (peraturan perundangan) yang dikeluarkan kegiatan tersebut.
Untuk melihat keseriusan dari pemerintah daerah untuk penerapan IT, dapat dilihat dengan kebijakan yang dikeluarkan. Hal tersebut sesuai dengan Kepmenpan No. 63 Tahun 2003, bahwa Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundangan adalah dasar hukum pemerintah untuk menjalankan suatu kebijakan secara maksimal, selain itu suatu kebijakan harus secara jelas mencakup dan mempertimbangkan semua aspek yang berkaitan dengan kebijakan. Aspek yang dimaksud seperti yang tercantum dengan teori di atas, berupa standar, arahan/pedoman, mekanisme, dampak, dan evaluasi. Pemerintah daerah yang sudah memiliki kebijakan yaitu Kota Mojokerto dan Kabupaten Lamongan, sedangkan daerah yang belum memiliki kebijakan yaitu Kota Kediri, Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Tulungagung. Sayangnya, dari 2 daerah yang sudah memiliki peraturan tentang penerapan IT, ternyata masih belum dapat melaksanakan regulasi dengan maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya evaluasi dan pendampingan yang benar-benar serius dari pihak pemda, selain itu desa/kelurahan selaku instansi pelaksana juga kurang responsif untuk menyampaikan keadaannya pada pemda.
3. Pemahaman Mengenai Praktek Administrasi Desa dan Penerapan TIK dalam Pelayanan Publik
Pemahaman terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Praktek Administrasi Desa bervariasi antar lembaga baik secara vertikal maupun horisontal. Perbedaan pemahaman itu terkait dengan nilai/hakekat pelayanan, kewenangan, hak dan kewajiban, sistem dan prosedur pelayanan, pelaksanaan pelayanan serta pemantauan dan evaluasi pelayanan berbasis TIK untuk setiap jenis layanan yang meliputi: pelayanan surat dan dokumen, pelayanan perijinan, pelayanan data (monografi desa), fasilitasi administrasi pemerintahan, fasilitasi administrasi pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana, kesejahteraan fakir-miskin dan pembangunan desa.
Perbedaan substantif terhadap pemahaman pelayanan administrasi desa misalnya terkait dengan pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Jawaban terhadap pertanyaan misalnya apakah fungsi KTP, apakah hanya mempuanyai fungsi tunggal sebagai kartu identitas warga negara atau fungsi ganda, yaitu selain sebagai fungsi indentitas, jaminan kesehatan, jaminan sosial, jaminan pendidikan dasar dan lain-lain. Apakah fungsi KK, apakah sebatas kartu yang memberi informasi jumlah keluarga dan identitasnya atau sebagai kartu informasi dasar keluarga yang juga mencakup informasi ekonomi, riwayat kegiatan dan pekerjaan, riwayat kepatuhan hukum, dan lain-lain. Akibat tidak adanya kebijakan dalam bentuk undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur secara komprehensif terkait dengan dokumen sipil menjadikan pemerintah desa pada posisi sulit mengembangkan kualitas pelayanan yang efisien kepada masyarakat karena terganjal tiadanya perundangan yang mengatur secara komprehensif.
Contoh lain adalah dalam hal perijinan, misalnya ijin keramaian, pemotongan pohon, pemotongan hewan, industri rumah tangga, serta berbagai kegiatan usahan masyarakat level desa. Ijin-ijin tersebut yang semestinya berada di tingkat desa, namun berada ditingkat kabupaten atau kota karena tidak adanya pelimpahan kewenangan dari daerah dan juga terkendalanya peraturan pemerintah tentang desa karena tidak ditunjang dengan peraturan menteri yang mengatur pembagian kewenangan.
Ketidak jelasan pengaturan kewenangan dan fungsi desa dalam pelayanan publik menjadikan permasalahan fundamental ketika beberapa pemerintah kota dan kabupaten mengambil inisiatif mengembangkan sistem pelayanan adminitrasi desa berbasis TIK karena tiadanya dasar hukum yang melindungi sistem tersebut. Kekosongan perundangan akan berakibat ketidakpastian sistem yang dibangun dan akan sangat bergantung ada tidaknya komitmen para pemimpin daerah yang sedang berkuasa. Tidak adanya perundangan juga berakibat bangunan sistem yang berbeda-beda antar kabupaten/kota sehingga usaha integrasi antar sistem dalam pengembangan pelayanan publik berbasis TIK yang lebih luas akan sulit dilakukan dan akan membutuhkan biaya yang jauh lebih besar sehingga menurunkan efisiensi pelayanan.
Kebutuhan pemahaman terhadap pelayanan administrasi desa berbasis TIK berbeda di setiap jenjang institusi pemerintahan. Di tingkat Kota/Kabupaten lebih dibutuhkan pemahaman terkait sistem dan prosedur dalam pelayanan administrasi desa disamping memahami teknologi informasi dan komunikasi serta sistem dan jaringan infrastruktur yang dibutuhkan. Hal ini terkait dengan kebutuhan pengetahuan dasar dalam merumuskan kebijakan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan administrasi desa berbasis TIK secara efektif dan efisien. Tidak adanya pemahaman yang baik dari para pejabat yang berwenang di setiap kabupaten dan kota yang menjadi sampel ini nampaknya menjadi sebab mengapa tidak ada satupun pemerintah daerah yang membuat kebijakan komprehensif terkait dengan penyelenggaraan pelayanan administrasi desa berbasis TIK sekalipun setiap jenjang pemerintahan, apakah level nasional, provinsi, kabupaten/kota dan bahkan pada tingkat desa selalu mengatakan pentingnya TIK dalam meningkatkan efisiensi pelayanan publik. Hal ini juga tercermin dari program software yang digunakan oleh kabupaten Lamongan, Ponorogo dan kota Mojokerto serta Kota Kediri yang telah mengambil inisiatif penyelenggaraan pelayanan administrasi desa berbasis TIK tidak dibangun sendiri, tetapi pengadaan program aplikasi administrasi desa melalui penawaran jasa pihak ketiga.
Kebutuhan pemahaman di tingkat kecamatan dan desa lebih ditekankan pada pemahaman sistem dan prosedur pelayanan administrasi desa serta pemahaman terhadap masalah tehnis operasional TIK. Pada umumnya staf kecamatan dan staf desa telah memahami prosedur pelayanan yang berlaku, akan tetapi belum memahami bagaimana mengefisienkan sistem dan prosedur pelayanan. Hal ini salah satunya tidak adanya kewenangan memperbaiki sistem dan prosedur, sehingga tidak cukup insentif untuk mengembangkan inovasi di bidang ini.
Adanya inisiatif beberapa staf desa membuat program aplikasi administrasi desa dan telah mengasilkan sofware program aplikasi. Namun hal ini belum ditunjang oleh kebijakan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota yang komprehensif. Sehingga tidak berdampak secara menyeluruh dan maksimal terhadap pelayanan administrasi desa. Lebih-lebih sebagaian besar staf desa masih belum menguasai pengetahuan dasar TIK.
Terkait dengan kondisi tersebut, maka pemerintah propinsi perlu mengambil peran memberikan panduan kebijakan kepada kabupaten dan kota dalam penyelenggaraan pelayanan administrasi desa berbasis TIK yang komprehensif sehingga dapat memfasilitasi persamaan pemahaman dalam pembuatan kebijakan dan panduan pelaksanaan yang terstandarisir. Dengan kebijakan yang terstandarisir, maka pemerintah kabupaten dan kota memiliki pandangan dan pemahaman yang sama sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang komprehensif dan efektif tentang penerapan TIK dalam pelayanan administrasi desa. Dengan demikian pemerintah propinsi akan mudah mengembangkan sistem pelayanan yang lebih luas dengan berpijak pada sistem pelayanan administrasi desa berbasis TIK yang telah terstandarisir.
4. Alternatif Kebijakan tentang Cara Mempersiapkan Desa/Kelurahan dalam Penerapan TIK pada Administrasi Desa dan Pelayanan Publik
Sejalan dengan pendapat Bromley, kebijakan akan menyangkut penataan instiusi yang mencakup tingkat kebijakan, organisasi dan tingkat operasional.
a. Tingkat Kebijakan
Keberhasilan kebijakan program penggunaan TIK dalam pelayanan publik, dalam hal ini dikaitkan dengan pelayanan administrasi desa/kelurahan dalam berbagai riset yang telah dilakukan ditentukan oleh 6 faktor, yaitu : faktor kebijakan publik, komitmen kepemimpinan, visi dan strategi program pengembangan dan dukungan anggaran, kualitas SDM serta partisipasi masyarakat.
b. Tingkat Organisasi
Pengembangan struktur organisasi yang sesuai untuk penyelenggaraan administrasi desa/kelurahan berbasis TIK yang diperlukan untuk keberhasilan penyelenggaraan program. Di tingkat propinsi dan kabupaten/kota perlu ada satuan organisasi yang menangani pengelolaan, standarisasi TIK dan pengelolaan program aplikasi berbagai jenis pelayanan publik untuk menjaga kualitas pelayanan program aplikasi yang digunakan. Ada kabupaten yang telah terbentuk Kantor Pusat Data Elektronik (KPDE), misalnya kabupaten Lamongan yang menjalankan fungsi tersebut. Akan tetapi pelaksanaanya masih belum optimal sehingga sikronisasi, integrasi, dan efisiensi belum dapat diwujudkan secara efektif.
Sedangkan ditingkat kecamatan dan desa perlu pengayaan struktur kecamatan yang ada sehingga dapat menampung dan mengelola kegiatan pengoperasionalan program apklikasi secara efektif dan efisien. Dalam pengayaan struktur, perlu pengayaan peran para stafnya sehingga dapat memberikan pelayanan yang efisien dalam pelayanan publik berbasis TIK.
c. Tingkat Operasional
Di tingkat operasional, untuk menjamin kualitas layanan kepada masyarakat harus disediakan buku panduan yang memuat standar prosedur operasional dalam pengoperasian sistem aplikasi administrasi desa berbasis TIK yang disediakan secara online. Disamping itu, dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan ditunjang dengan mekanisme yang melibatkan para pemangku kepentingan dan diselenggarakan secara berkelangsungan.
Dengan tertanganinya ketiga aspek kebijakan, yaitu: Tingkat kebijakan, Tingkat Organisasi, dan Tingkat operasional, maka kebijakan memiliki landasan yang kuat untuk berjalan secara efektif dan efisien serta memiliki nilai ekonomis yang besar bagi masyarakat dan pemerintah.
Penutup
Kesimpulan
Dalam pembahasan terdapat tiga topik fokus bahasan yang meliputi: kesiapan penerapan TIK, pemahaman TIK di bidang administrasi desa/kelurahan dalam pelayanan publik dan kebijakan yang dibuat terkait penyelenggaraan adminitrasi desa berbasis TIK. Dari hasil pemhasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
- Kesiapan dalam Penerapatan TIK dalam penyelenggaraan adminisrasi desa di wilayah sampel secara umum masih dalam tahap persiapan awal, tetapi memiliki potensi yang kondisif untuk dikembangkan lebih lanjut baik di tingkat kabupaten kota, kecamatan, dan desa/kelurahan. Secara lebih rinci kesiapan tersebut meliputi:
- Kesiapan SDM untuk penerapan TIK dalam pelayanan administrasi desa masih kurang. Ada beberapa hal yang menjadi kendala, diantaranya adalah kemampuan SDM dalam penguasaan IT dan belum meratanya SDM baik tenaga ahli maupun operasional. SDM kabupaten Lamongan dan Ponorogo relatif siap, baik tenaga ahli maupun operasional, akan tetapi belum merata. Sedangkan SDM kota Kediri, Kota Mojokerto dan Kabupaten Tulungagung masih dalam tahap mempersiapkan kemampuan SDM baik tenaga ahli maupun operasional.
- Secara umum dibidang sarana relatif siap baik tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan dan di bidang prasarana perlu dituntaskan karena sebagian desa belum terjangkau jaringan internet dan telepon seluler. Program aplikasi yang digunakan umumnya belum komprehensif, sistemik dan terintegrasi. Program aplikasi yang ada terkait dengan administrasi kependudukan, sedangkan program aplikasi lainnya belum tersedia atau masih dalam pengembangan. Keberadaan program aplikasi belum terintegrasi dan tersentral di tingkat kabupaten/kota, kecuali Kota Mojokerto dan Kabupaten Lamongan sehingga efisiensi dan efektifitasnya belum optimal. Sedangkan pemilikan sarana TIK seperti komputer, laptop, LCD, printer di tingkat kecamatan dalam jumlah memadai, tetapi sebagian komputer adalah tipe lama sehingga perlu pembaharuan. Sedangkan di tingkat desa dan kelurahan umumnya relatif siap, karena umumnya desa/kelurahan telah memiliki sedikitnya dua komputer, satu laptop, dan printer, akan tetapi masih ada desa yang kumputernya tidak layak untuk mengelola program aplikasi administrasi desa. Sedangkan pemilikan tilpon seluler secara umum semua pegawai dan perangkat desa /kelurahan telah memilikinya.
- Di bidang Kelembagaan, hanya Kabupaten Lamongan dan Kota Kediri yang memiliki unit pengolahan data elektronik. Namun unit tersebut baru setingkat kantor di Kabupaten Lamongan dan bagian dari sekretariat kota di Kota Kediri dan belum ada yang menempatkan sebagai badan yang bertanggungjawab secara menyeluruh di tingkat kota/kabupaten dalam penyelenggraan manajamen data elektronik sehingga pengelolaan data belum bersifat menyeluruh, sistemik, terintegrasi dan terpadu. Hal ini menjadi kendala tersendiri dalam membangun sistem pelayanan publik berbasis TIK yang handal dalam pelayanan publik umumnya, khususnya dalam pelayanan administrasi desa/kelurahan. Sedangkan strutur kelembagaan di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan belum sepenuhnya dilakukan pengayaan baik pengembangan struktur maupun fungsinya untuk mendukung terselenggaranya administrasi desa/kelurahan berbasis TIK secara efektif dan efisien.
- Di bidang Anggaran, komitmen alokasi anggaran dalam APBD dalam pembiayaan penerapat TIK dalam Administrasi Desa/Kelurahan belum memadai. Penggunaan APBD untuk pembiayaan penerapan TIK dalam penyelenggaraan administrasi desa/kelurahan baru dilakukan oleh Kabupaten Ponorogo, Lamongan, Kota Mojokerto, tetapi Kota Kediri dan Kabupaten Tulungagung baru merencanakan penganggran tahun 2013/2014. Kontinyuitas alokasi anggaran juga belum terbukti karena baru tahap awal. Hal ini disebabkan karena tidak adanya peraturan daerah yang menjadi landasan dan tidak adanya dokumen perencanaan dengan visi yang jelas dan program yang komprehensif, terintegrasi dan terpadu.
- Di bidang pelayanan IT, pelayanan masih terbatas dalam pelayanan administrasi kependudukan seperti pengelolaan data penduduk, KTP dan KK. Sedangkan yang lain terkait dokumen persuratan seperti surat keterangan, surat ijin, dan beberapa jenis surat lainnya. Karena itu, bidang pelayanan IT masih terbatas dan mendesak dikembangkan lebih lanjut untuk memaksimalkan efektivitas, efisiensi dan nilai ekonomisnya.
- Di bidang Penerapan Standarisasi Pelayanan, belum ada standar yang jelas, menyeluruh, dan terukur di semua daerah sampel dalam penyelenggraan pelayanan administrasi desa/kelurahan berbasis TIK. Akibatnya implementasinya bervariasi, tidak jelas standarnya sehingga juga tidak terukur dengan baik.
- Pemahaman para pimpinan tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa/ kelurahan maupun staf operasional terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Praktek Administrasi Desa bervariasi baik antar lembaga baik secara vertikal maupun horisontal. Perbedaan pemahaman itu terkait dengan nilai/hakekat pelayanan, kewenangan, hak dan kewajiban, sistem dan prosedur pelayanan, pelaksanaan pelayanan serta pemantauan dan evaluasi pelayanan berbasis TIK untuk setiap jenis layanan yang meliputi: pelayanan surat dan dokumen, pelayanan perijinan, pelayanan data (monografi desa), fasilitasi administrasi pemerintahan, fasilitasi administrasi pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana, kesejahteraan fakir-miskin dan pembangunan desa. Hal ini disebabkan terutama tidak adanya sumber acuan resmi (misalnya buku panduan yang dikeluarkan pemerintah) dalam membangun pemahaman terhadap TIK dan pelayanan administrasi desa. Akibatnya dalam penerapan TIK dalam pelayanan administrasi desa/kelurahan terjadi variasi, tidak terstandarisasi dan tidak terpadu sehingga kedepan akan sulit integrasi dan pengembangan layanan berbasis TIK di tingkat propinsi.
- Kabupaten/Kota sampel penelitian di Propinsi Jawa Timur ini ada yang sudah memiliki kebijakan dan ada pula yang belum memiliki kebijakan terkait pelayanan administrasi desa/kelurahan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), tetapi tidak ada satupun yang sudah memiliki peraturan daerah yang mengatur penyelenggaraan administrasi desa/kelurahan berbasis TIK. Baru Kota Mojokerto yang memiliki Peraturan Walikota dan Kabupaten Lamongan yang memiliki Peraturan Bupati, akan tetapi baru Peraturan Bupati Lamongan yang spesifik mengatur penyelenggaraan administrasi desa/kelurahan berbasis TIK, namun juga masih bersifat parsial. Kurangnya dukungan kebijakan yang menyeluruh yang memiliki kekuatan hukum yang sesuai menjadi kendala dalam penyelenggaraan program penerapan TIK dalam pelayanan administrasi desa.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan dan permasalah penelitian di atas dimana Pemerintah Propinsi Jawa Timur yang memiliki kewenangan program kewilayahan, eksternalitas dan peran koordinasi berdasarkan UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka direkomendasikan:
- Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat berperan mendorong, memfasilitasi dan membantu pemerintah kabupaten dan kota, serta desa/kelurahan dalam penyelenggaraan pelayanan administrasi desa/kelurahan yang terintegrasi, terpadu, terstandarisir dan menyeluruh dalam mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat yang efektif, efisien dan ekonomis dalam mewujudkan pemerintahan desa/kelurahan yang maju, mandiri dan sejahtera di wilayah provinsi Jawa Timur.
- Pemerintah propinsi dapat memfasilitasi penyelenggaraan pelayanan administrasi desa/kelurahan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan menerbitkan Buku Panduan Kebijakan Penerapan TIK dalam Penyelenggraan Administrasi Desa/Kelurahan. Buku Panduan tersebut sebagai acuan resmi dalam memahami dan pembuatan kebijakan kabupaten/kota yang mencakup peraturan daerah, dan atau peraturan bupati/walikota dan keputusan bupati/walikota yang berkaitan dengan Penyelenggraan Administrasi Desa/Kelurahan berbasis TIK. Kebijakan tersebut mencakup pengaturan yang menyeluruh terkait tatalaksana administrasi desa/kelurahan berbasis TIK, yang meliputi: berbagai pengertian umum yang menyangkut TIK, tujuan penyelenggaraan administrasi Desa berbasis TIK, ruang lingkup pelayanan administrasi desa/kelurahan berbasis TIK, institusi pemerintah dibawah naungan pemerintah kabupaten/kota yang terlibat dalam penyelenggaraan sistem pelayanan administrasi desa berbasis TIK, fungsi dan tugas pokok masing-masing institusi tersebut, penyelenggaraan kerjasama kemitraan dengan pihak swasta dan masyarakat dalam melengkapi kebutuhan prasarana TIK, rekrutment dan pengembangan SDM bidang TIK, bantuan pengadaan sarana TIK bagi desa dan kelurahan yang APBDes-nya tidak memadai, mekanisme dan prosedur pemberian pelayanan setiap jenis kegiatan pelayanan administrasi desa, proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pengembangan pemyelenggaraan administrasi desa/kelurahan bebasis TIK dan sangsi pelanggaran. Dengan panduan ini diharapkan adanya standarisasi isi kebijakan dan penyelenggaraan sistem pelayanan administrasi desa/ kelurahan berbasis TIK diantara kabupaten dan kota di wilayah propinsi Jawa Timur. Dengan demikian akan tercipta landasan pengintegrasian database dan sistem pelaporan data elektronik di wilayah provinsi Jawa Timur terkait penyelenggaraan administrasi desa dan pengembangan pelayanan publik berbasis TIK di tingkat propinsi yang datanya bersumber dari adminitrasi desa.
- Memfasilitasi pembuatan dan pengelolaan program aplikasi sistem pelayanan adminitrasi desa/kelurahan yang menyeluruh, terintegrasi dan tersentral di propinsi Jawa Timur berbasis web beserta panduan penggunaannya secara online sehingga dapat diakses oleh setiap pemerintah kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan yang mencakup administrasi kependudukan, pelayanan dokumen sipil (seperti KTP, KK, akte kelahiran, nikah, talak, rujuk, dan lain-lain), sistem Keuangan dan Aggaran desa, administrasi SDM Desa, Sistem Pengelolaan Data Monografi, sistem komunikasi dan ketatausahaan pemerintahan desa, sistem perancanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan desa, sistem pelayanan balita (bayi usia lima tahun) dan waula (warga usia lanjut) dan paket-paket program aplikasi lain yang dipandang perlu. Dengan cara demikian dapat terfasilitasi penyelenggaraan administrasi desa yang efektif, efisien dan ekonomis.
- Memberikan bantuan pelatihan kader-kader fasilitator di setiap kabupaten/kota yang menjadi tempat bertanya langsung maupun online dalam pengoperasionalkan setiap program aplikasi dalam sistem pelayanan administrasi desa/kelurahan berbasis TIK dan permasalahan yang dijumpai dalam menjalankan program aplikasi. Dengan program ini, para staf di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, dan tingkat desa/kelurahan dapat menyelesaikan berbagai kesilitan yang ditemui dalam menjalankan program aplikasi dengan cepat. Dengan demikian sistem yang dibangun segara dapat bekerja secara efektif dan efisien.
- Menyusun program kampanye dan kerjasama dengan pemerintah kabupaten dan kota di wilayah Propinsi Jawa Timur dalam penyelenggaraan pelayanan administrasi desa/kelurahan terintegrasi, terpadu dan menyeluruh menuju tatanan administrasi desa/kelurahan yang maju, efektif, efisisen dan ekonomis dalam memberika pelayanan prima kepada masyarakat untuk memperkokoh posisi propinsi Jawa Timur sebagai propinsi teladan, terdepan dan terbaik di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alford, J & O’Flynn, J. (2009). Making sense of public value: Concepts, critiques and emergent meanings. International Journal of Public Administration. Volume (32), pp. 171–191.
Åkesson, Maria; Skålén, Per and Edvardsson, Bo., 2008. E-Government and Service Orientation: Gaps between Theory and Practice, International Journal of Public Sector Management, 21, 1, 74-92.
Andersen, K.V., 2006. ‘E-Government: five key challenges for management’, The ElectronicJournal of e-Government, Vol. 4, No. 1, pp.1–8.
As-Saber, S., Srivastava, A. and Hossain, K.,2006 ‘Information technology law and e-Government: a developing country perspective’, Journal of Administration and Governance, Vol. 1, No. 1, pp.84–101.
Anttirioko, A., 2003. Building strong e-democracy – the role of technology in developing.
ADB (2011). e-Goverment Capability Maturity Model: Improving Public Services through Information and Communication Technology. diunduh dari http://www.unapcict.org/ecohub/e-Government-capability-maturity-model diakses Kamis, 07 Februari 2013.
Al-Khouri, A. M. (2011) An Innovative Approach For E-Government Transformation. diunduh dari http://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1105/1105.6358.pdf. diakses Jumat, 01 Februari 2013.
Darwanto, H. (2013). Indeks Kesiapan Berjejaring Indonesia 2012. diunduh dari http://www.bappenas.go.id/blog/?p=834 diakses Jumat, 01 Februari 2013 jam 3:08.
Depdagri (2007). Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Tentang Desa. Direktorat Pemerintahan Desa Dan Kelurahan, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa, Departemen Dalam Negeri, Jakarta.
Garson, D.G. (2006). Public Information Technology and E-Governance. Sudbury, MA: Jones and Bartlett Publishers.
Heeks, Richard. 2001a. Building e-Governance for Development: A Framework for National and Donor Action. i-Government Working Paper Series, Paper No. 12, Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, Manchester, UK (http://www.man.ac.uk /idpm/idpm_dp.htm#ig).
Heeks, Richard. 2001b. Understanding e-Governance for Development. i-Government Working Paper Series, Paper No. 11, Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, Manchester, UK (http://www.man.ac.uk/idpm/idpm_dp.htm#ig).
Jensen M. (2002). Information and Communication Technologies (ICTs) as Tools for Improving Local Governance in Africa, UNESCO, http://portal.unesco.org/ci/en/files/8755/10488439950NEEDS_ASSESSMENT_AFR-final.pdf/ NEEDS%BASSESSMENT%2BAFR-final.pdf
Kunstelj M. and Decman M. (2005) “Current State of e-Government in Slovenian Municipalities” dalam Meyaki, A. (2010). Strengthening e-Governance in the North-South Local Government Co-operation Programme. Helsinki: The Association of Finnish, Local and Regional Authorities.
Lulita, M. C. (2011). Kinerja birokrasi desa dalam meningkatkan pelayanan umum di Desa Cukurgondang Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan. diunduh dari http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/ pub/ detail/kinerja-birokrasi-desa-dalam-meningkatkan-pelayanan-umum-di-desa-cukurgondang-kecamatan-grati-kabupaten-pasuruan-mega-clara-lulita-48942.html diakses Rabu, 06 Februari 2013.
PIU UK. 2000. Electronic Government Services for the 21st Century. Performance and Innovation Unit, Cabinet Office, UK, London (http://www.cabinet-office.gov.uk/innovation).
Saugata, B. and Masud,R.R.(2007). Implementing E-Governance Using OECD Model (Modified) and Gartner Model (Modified) Upon Agriculture of Bangladesh. diunduh dari http://pdfcast.org/download/implementing-e-Governance.pdf diakses Jumat, 01 Februari 2013.
The Department of Human Services (2011). Service Delivery Reform: Transforming government service delivery. diunduh dari http://www.humanservices. gov.au/spw/corporate/about-us/resources/service-delivery-reform-overview. pdf diakses Selasa, 05 Februari 2013 jam 07:58.
Wikidepia (2013) E-Governance. From Wikipedia, the free encyclopedia diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/E-Governance diakses Jumat, 01 Februari 2013.
Peraturan Perundangan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatus Negara nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelengaraan Pelayanan Publik.
Peraturan Bupati Lamongan Nomor 49 Tahun 2008 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kecamatan Kabupaten Lamongan.
Peraturan Bupati Ponorogo Nomor 31 Tahun 2008 tentang Uraian tugas dan Fungsi Kecamatan Kabupaten Ponorogo.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pedoman Administrasi Kelurahan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 Tentang Kode Dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.